Kamis, 04 Maret 2010

Rombongan Presiden Dilempari Suporter Sepak Bola

Rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat melintas di jalan tol dilempari oleh sekelompok suporter sepak bola dengan kelereng dan botol air mineral.

Seorang sumber di Polda Metro Jaya, Rabu (3/3) mengatakan, kebenaran hal tersebut diceritakan olehnya saat rombongan presiden melintas di jalan tol Wiyoto Wiyono berpapasan dengan suporter sepak bola dari tim Persitara. "Mereka (suporter) papasan dengan rombongan Presiden di tol di daerah Rawamangun, saat itu terjadi pelemparan ke arah rombongan Presiden yang berasal dari suporter," jelas sumber terpercaya tersebut.

Tak hanya itu, rombongan Presiden yang berangkat dari Cikeas menuju Cempaka Putih itu lalu melaporkan pada petugas lalu lintas dan dengan segera mengejar kendaraan yang berisi suporter.

Kendaraan yang digunakan adalah lima minibus metro mini T41 dengan trayek Pulogadung Tanjung Priok dan satu bus Mayasari Bakti 905 jurusan Pulogadung-Kota. Saat suporter tersebut akan keluar pintu tol Kuningan langsung digiring oleh dua mobil patroli lalu lintas menuju Mapolda Metro Jaya.

Panglima North Jakarta Mania (suporter Persitara) membenarkan adanya papasan tersebut. "Saya lihat memang ada rombongan presiden, tapi kita tidak tahu ada yang melempar ke arah rombongan tersebut," ujar Farid.

Farid yang saat itu membawa suporternya sebanyak kurang lebih 300 orang yang mayoritas adalah anak dibawah umur tersebut rencananya akan mengajak rekan-rekannya untuk menonton pertandingan tim kesayangan mereka melawan PSPS di GOR Sumantri Brodjonegoro, Kuningan. Dia mengaku kesulitan mengawasi rekan-rekan suporter yang ikut bersamanya karena posisi dia berada didalam metromini, sedangkan dugaan polisi pelemparan dilakukan oleh orang yang berada di atap metromini.

Saat sampai di Mapolda, nampak petinggi Polda langsung turun tangan yaitu Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Condro Kirono, Dir Reskrimum Kombes Pol Idham Aziz, Kasat Jatanras AKBP Nico Affinta, dan Kasat Kamneg AKBP Daniel Tifaona.

Mereka langsung sibuk mengamankan suporter yang berjumlah ratusan dan memenuhi pintu depan Biro Operasi PMJ.

Petugas pengawal Presiden yang melaporkan adanya peristiwa tersebut mengiyakan adanya papasan antara rombongan presiden dengan suporter Persitara. "Iya tadi kita papasan dengan suporter, daerahnya sekitar Rawamangun," ucap petugas yang menolak sebutkan namanya tersebut. Dia menolak menceritakan peristiwa pelemparan ke arah rombongan presiden.

Saat berita ini diturunkan, sebanyak 15 suporter Persitara diperiksa secara intensif oleh Reskrimum. Dalam pemeriksaan kendaraan yang digunakan, polisi menemukan adanya sebotol kelerang, ketapel, pemukul kasti, palu gada, celurit, golok dan lima botol miras. (*/OL-03) Sent from my BlackBerry® powered by
Senjata Khas Jawa Barat

Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang.

Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406)

Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.

Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.

Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.

Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.

Bagian-bagian Kujang

Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.

Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Nambihan Saur Sepuh...

Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai; "Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang" Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu? Cara-ciri Manusia ada 5: Welas Asih (Cinta Kasih), Tatakrama (Etika Berprilaku), Undak Usuk (Etika Berbahasa), Budi Daya Budi Basa, Wiwaha Yuda Na Raga ("Ngaji Badan". Cara-ciri Bangsa ada 5: Rupa, Basa, Adat, Aksara, Kebudayaan

Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya. Kujang bisa juga dijadikan sebagai senjata dalam setiap pribadi manusia untuk memerangi prilaku-prilaku diluar "rel" kemanusaiaan. Memang sungguh "gaib sakti" (falsafah) Kujang. Kenapa setiap kujang mempunyai jumlah bolong/ mata yang berbeda-beda??? Umumnya ada yang 3, 5 (kombinasi 2 dn 3), 9. Itu pun mengandung nilai falsafah yang sangat tinggi dengan istilah "Madep/Ngiblat ka Ratu Raja 3-2-4-5-Lilima-6". Itu semua kaya akan makna yang dapat membuka mata kita tentang siapa aku? dari mana asalnya aku? untuk apa aku hidup? dan menuju kemana aku?

terima kasih atas kesempatan ini, semoga bermanfaat.